“Untuk tugas minggu depan, pilihlah seorang sahabat sebagai partner proyek kalian. Buatlah sebuah komik tentang bagaimana kalian pertama kali bertemu.”
Kim Jaejoong dan Kim Jaerin saling melirik satu sama lain, masing-masing dengan tatapan kita-pasti-bersama-kan di mata mereka.
“Itu saja untuk hari ini. Jangan lupa tugas kalian. Selamat siang.”
“Selamat siang, Han seonsaengnim!”
Setelah guru seni rupa itu keluar dari kelas XII Bahasa, Jaerin langsung berdiri dari kursinya, lalu berlari-lari kecil ke tempat duduk Jaejoong.
“Kita tidak jago gambar, mana mungkin kita bisa membuat sebuah komik?” kata Jaerin sambil mengambil sebuah kursi kosong dan duduk diseberang Jaejoong.
Jaejoong sontak tertawa. “Aku tahu. Kau tidak perlu mengingatkanku lagi. Tapi setidaknya gambarku masih lebih bagus daripada dia,” Jaejoong mengacungkan jari telunjuknya pada Jung Yunho, namja terpopuler di angkatan mereka.
Kini giliran Jaerin yang tertawa terbahak-bahak. “Ingat yang waktu itu ia menggambar – “
“Badak!” mereka berteriak bersamaan. Keduanya lalu tenggelam dalam suara gelak tawa masing-masing.
“Sepertinya aku lupa bagaimana kita pertama kali bertemu, Kim Jaejoong,” kata Jaerin dengan mimik muka mengejek sinis.
“Hmm,” Jaejoong menopang wajahnya dengan tangan kirinya, sikutnya menyentuh meja. Ia memasang ekspresi seakan-akan ia sedang berpikir keras. “Bagaimana, ya, memangnya?”
“Pabo,” Jaerin tertawa, lalu menjitak kepala Jaejoong penuh canda. “Mana mungkin aku lupa?”
***
Continue reading →